Dalam kitab Hawasyil-Isyarat diterangkan
bahwa akal itu, ialah tenaga jiwa untuk memahamimujarradat (sesuatu
yang tidak dapat diraba atau dirasa dengan pancaindera). Kekuatan jiwa yang mempersiapkan
untuk memikir (berusaha), dinamai dzihin. Gerakan jiwa untuk
memikir sesuatu agar diperoleh apa yang dimaksudkan, dinamai fikir.
Tersebut dalam suatu kitab falsafah:
"Akal itu suatu kekuatan untuk mengetahui makna mujarradat,
makna yang diperoleh dari menyelidiki dan rupa-rupa benda". memperhatikan
rupa-rupa benda". Al-Mawardi dalam A'lamun-Nubuwwah menulis:
"Akal itu suatu tenaga yang memberi faedah bagi kita mengetahui segala
yang menjadi kepastiannya". Ada pula yang mengatakan: "Akal itu kekuatan
yang membedakan yang hak dengan yang batal".
Al-Mawardi membagi akal kepada: gharizi dan kasbi. Gharizi adalah
pokok akal, sedang kasbi adalah cabang yang tumbuh
daripadanya: itulah akal yang dengannya berpaut dan bergantung taklif dan
beribadat. Adapun akal kasbi (akal muktasab),
ialah akal yang digunakan untuk berijtihad dan menjalankan nadhar. Akal ini
tidak dapat terlepas dari akal gharizi, sedang akal gharizi mungkin
terlepas dari akal ini.