Para hukama berpendapat bahwa manusia
memahami hakikat dengan jalan: [1] dengan pancaindera, dalam hal ini manusia
sama dengan hewan; dan [2] dengan akal (rasio).
Mengetahui sesuatu dengan akal hanya
tertentu bagi manusia. Dengan akallah manusia berbeda dari binatang.
Orang yang telah biasa memperhatikan
soal-soal yang ma'qulat (yang diperoleh melalui akal) nyata
kepadanya kemuliaan dan keutamaan yang diketahuinya itu. Baginya terang pula
bahwa yang diketahui melalui indera pemandangan akal sama dengan sesuatu yang
masib kabur, dibanding sesuatu yang telah dapat dipastikan baiknya melalui
akal. Inilah sebabnya Al-Qur'an dalam seruannya kepada mengakui ada-Nya Allah
dari keesaan-Nya, membangkitkan akal dari tidurnya. Seruan yang begini, tidak
dilakukan oleh umat-umat yang dahulu. sebagai yang sudah dibayangkan sebelum
ini.