Dalam kitab Hawasyil Isyarat disebutkan,
bahwa nadhar itu ialah menggunakan akal di sekitar masalah
yang dapat dijangkau oleh akal (ma'qulat).
Para filosof bermufakat, bahwa nadhar
itu hukum yang digunakan dalam mengetahui dalil. Alasan yang menegaskan bahwa
nadhar ini sah dan menghasilkan keyakinan, ialah bahwa dalam alam ini terdapat
kebenaran dan kebatalan. Manusia juga terbagi atas dua macam: Ahli hak dan ahli
batal. Tidak dapat diketahui mana yang hak dan mana yang batal. kalau bukan
dengan nadhar. Dengan demikian maka fungsi nadhar (penelitian) ialah untuk
menjelaskan hal-hal yang gaib agar dapat dicerna oleh akal disamping menentukan
mana yang benar diantara dua pendapat yang berbeda. Melalui nadhar, manusia
bisa sampai pada pengetahuan yang meyakinkan. Untuk mengetahui mana yang hak
dan mana yang batal. mana yang kufur dan mana yang iman, demikian pula untuk
mengenal Allah dan Rasul-Nya lebih jelas haruslah melalui nadhar. Karena itu,
bertaklid buta. Tidak mau lagi melakukan nadhar adalah keliru sesat dan
menyesatkan. Dalam al-Qur'an cukup banyak dijumpai ayat-ayat yang memerintahkan
untuk melakukan nadhar. Diantara-nya ialah:
Katakanlah ya Muhammad:
"Lihatlah apa yang di langit dan di bumi; dan tidak berguna tanda-tanda
dan peringatan-peringatan kepada kaum yang tidak beriman". (QS. Yunus (l0): 10l).
Mengapakah mereka tidak melihat
kepada alam (malakut) langit dan bumi dan kepada apa yang Allah jadikan?. (QS. al-A'raf (7): 185).
Maka ambil ibaratlah wahai ahli akal. (QS. al-Hasyr (59): 2).
Dan demikianlah Kami perlihatkan
kepada Ibrahim bumi malakut (langit) dan bumi. (QS. al-An'am (6): 75).
Ayat-ayat tersebut diatas adalah nash
yang tegas yang mendorong untuk melakukan nadhar terhadap segala maujud, dan
menjadi nash yang tegas pula yang mewajibkan kita memakai qiyas 'aqli atau qiyas
manthiqi dan sya'i. Ayat yang terakhir menerangkan, bahwa
Allah telah nadhar kepada Ibrahim as.