Tidak hanya dikenal sebagai tokoh pejuang dan ulama
kharismatik, sosok KH As’ad Syamsul Arifin ternyata juga dikenal memiliki
banyak karomah. Salah satunya bisa mengubah pasir menjadi jentuman senjata
serta membelah diri menjadi dua. Bagaimanakah kisahnya?
Dideretan ulama-ulama besar di Indonesia, nama KH As;ad Syamsul Arifin tentu bukanlah nama yang asing. Ia merupakan mediator berdirinya salah satu ormas terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan juga pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa timur, yang dikenal dengan jumlah ribusn santrinya.
Sebagai kiai dan ulama besar, KH As’ad tidak
hanya dikenal menguasai ilmu dari para guru dan kitab-kitab hikmah saja, namun
juga mempunyai banyak kelebihan atau karomah yang jarang dimiliki oleh manusia
biasa.
Seperti halnya yang diungkapkan KH Fawaid As/ad,
salah satu putra almarhum mengatakan jika kelebihan atau ilmu-ilmu beladiri
yang dimiliki oleh sang ayah memang cukup banyak. Hal itu bukanlah semata-mata
digunakan untuk menyombongkan diri, namun untuk membela agama dan
mempertahankan negara dari serangan penjajah.
PEJUANG KEMERDEKAAN
Diantara kisah-kisah mengenai bukti kekaromahan KH As’ad semasa hidupnya pun terkuak dari KH
Diantara kisah-kisah mengenai bukti kekaromahan KH As’ad semasa hidupnya pun terkuak dari KH
Fawaid.
“Pada zaman dulu, murid-murid beliau itu banyak
dari kaum bromocorah (preman,red), sehingga beliau pun banyak mendalami ilmu
beladiri,” tutur KH Fawaid memulai cerita.
Ilmu-ilmu beladiri yang dimiliki KH As’ad, sambung KH Fawaid, juga diajarkan kepada para muridnya.
Ilmu-ilmu beladiri yang dimiliki KH As’ad, sambung KH Fawaid, juga diajarkan kepada para muridnya.
Ia menceritakan, saat santrinya dibekali sebilah
pedang serta celurit dan disuruh saling membacok, tapi, tebasan pedang dan
celurit itu tidak ada yang mencederai mereka. Sebagian murid yang lain, ada
yang diuji melompat dari pohon kelaa yang tinggi dan ternyata badannya tetap
utuh serta segar bugar. Yang ajaib adalah saat antara para murid itu mampu
menjatuhkan puluhan buah kelapa hanya dengan sekali pandang.
Tidak hanya itu, kemasyhuran kekaromahan KH
As’ad juga terbuti pada saat perang kemerdekaan. Kepada Kisah Hikmah, KH fawaid
jga mengisahkan jika pada saat perang gerilya, beberapa pejuang tampak membawa
pasir. Pasir itu konon adalah pemberian dari KH As’ad kepada para pejuang.
Pasir tersebut kemudian ditaburkan ke kacang hijau di dekat markas tentara
Belanda atau jalan yang akan banyak dilewati tentara Belanda.
“Aneh, suatu keajaiban terjadi. Puluhan tentara
Belanda yang bersenjata lengkap itu tiba-tiba lari terbirit-birit ketakutan
sambil meninggalkan senjatanya. Mungkin mereka mengira suara pasir itu adalah
suara dentuman senjata api. Para pejuan pun memungut satu persatu senjata yang
ditinggal Belanda, “ kisah KH Fawaid.
BISA MUNCUL DI BANYAK TEMPAT
Lebih jauh, KH Fawaid bahkan menceritakan, ada kisah lain yang mengisyaratkan bahwa KH As’ad memang bukanlah ulama sembarangan. Kisah itu terjadi pada saat Kiai Mujib (teman KH As’ad) diajak KH As’ad menghadiri delapan acara walimah haji yang berada di luar kota.
Keduanya pun berangkat dari rumah, sekitar pukul 20.30 WIB. Namun anehnya, Kiai Mujib baru merasakan keajaiban yang dialaminya setelah kembali ke Sukorejo. Dia kaget lantaran delapan lokasi acara walimah haji yang didatangi oleh KH As’ad ternyata hanya ditempuh dalam waktu dua jam.
Lebih jauh, KH Fawaid bahkan menceritakan, ada kisah lain yang mengisyaratkan bahwa KH As’ad memang bukanlah ulama sembarangan. Kisah itu terjadi pada saat Kiai Mujib (teman KH As’ad) diajak KH As’ad menghadiri delapan acara walimah haji yang berada di luar kota.
Keduanya pun berangkat dari rumah, sekitar pukul 20.30 WIB. Namun anehnya, Kiai Mujib baru merasakan keajaiban yang dialaminya setelah kembali ke Sukorejo. Dia kaget lantaran delapan lokasi acara walimah haji yang didatangi oleh KH As’ad ternyata hanya ditempuh dalam waktu dua jam.
“Padahal, perjalanan pulang pergi aja memerlukan
waktu dua jam, sementara mereka harus mengunjungi delapan kali acara yang
tempatnya masing-masing sangat berjauhan. Ini belum lagi dihitung waktu KH
As’ad memberi ceramah dan jamuan makan, yang tentu saja memakan waktu tidak
sebentar. Ini ajaib. Mana mungkin perjalanan yang seharusnya memakan waktu dua
jam plus semua acara yang tempatnya saling berjauhan dan memakan waktu
berjam-jam itu, bisa dilakukan hanya dengan dua jam?” ungkap KH Fawaid.
Kiai Mujib pun mengemukakan kebingungannya itu
kepada sopir KH As’ad, H Abdul Aziz.
“Iya..ya, kenapa bisa begitu?” katanya sambil berulang kali melihat jam tangannya untuk meyakinkan diri bahwa saat itu memang baru pukul 22.30 WIB.
“Usut punya usut, seminggu kemudian. Di Sukorejo, Haji Aziz akhirnya memperoleh info mengenai keributan yang hampir saja terjadi di antar pemilik delapan acara walimah tersebut karena masing-masing ngotot didatangi kiai pada saat yang bersamaan. Akhirnya, mereka sama-sama heran, sebab masing-masing mempunyai bukti berupa foto ketika kiai berada di rumah-rumah mereka,” imbuh KH Fawaid.
“Iya..ya, kenapa bisa begitu?” katanya sambil berulang kali melihat jam tangannya untuk meyakinkan diri bahwa saat itu memang baru pukul 22.30 WIB.
“Usut punya usut, seminggu kemudian. Di Sukorejo, Haji Aziz akhirnya memperoleh info mengenai keributan yang hampir saja terjadi di antar pemilik delapan acara walimah tersebut karena masing-masing ngotot didatangi kiai pada saat yang bersamaan. Akhirnya, mereka sama-sama heran, sebab masing-masing mempunyai bukti berupa foto ketika kiai berada di rumah-rumah mereka,” imbuh KH Fawaid.
Peristiwa seperti itu tampaknya juga pernah
dialami sendiri oleh KH As’ad ketika muda. Dia heran, ada kiai yang menjadi
imam salat Jumat di tiga masjid dalam waktu yang bersamaan. Menurut kisah, KH
As’ad bermakmum saat salat Jumat dengan imam Kiai Asadullah di Masjid Besuki.
Bupati Situbondo, yang mendengar hal itu, membantah dan sambil ngotot
mengatakan bahwa Kiai Asadullah hari itu mengimmi salat Jumat di Situbondo,
bahkan sang bupati mengaku berdiri tepat di belakangnya. Penghulu Asembagus
yang kebetulan mendengar pertikaian itu, malah menimpali bahwa Kiai Asadullah
menjadi imam masjid di daerahnya.
Hal itu mengingatkan KH As’ad pada dawuh
(perintah) Habib Hasan Musawa bahwa Kiai Asadullah telah mencapai maqam fana fi
adz dzat, bisa menjadi tiga bahkan sepuluh dalam waktu bersamaan. Ilmu yang
sama kelak akan dimiliki jiga oleh KH As’ad.