Al-Mawardi berpendapat, bahwa dalil itu,
ialah sesuatu yang menyampaikan kepada meyakini mad-lul-nya.
Dalil-dalil diyakini dengan jalan akal dan mad-lul-nya diyakini
dengan jalan dalil. Tegasnya, akal itu menyampaikan kepada dalil; dia sendiri
bukan dalil. Karena akal itu pokok segala yang diyakini, baik dalil
maupun madlul. Mengingat hal ini dapatlah dikatakan, akal adalah
pokok pengetahuan (al-'aqlu ummul 'ulum). Ilmu yang diperoleh
daripadanya ialah pembeda kebenaran dari kebatalan; yang shahih yang fasid; yang mumkin dari
yang mustahil.
Ilmu-ilmu yang diperoleh melalui
akal, ada dua macam: Idthirari dan Iktisabi.
1. Ilmu Idthirari, ialah ilmu yang
diperoleh dengan mudah, tidak perlu melakukan nadhar yang mendalam. Ilmu ini
terbagi dua: [1] yang terang dirasakan; dan [2] berita-berita mutawatir.
Ilmu yang dirasakan atau yang
diperoleh dengan hiss, datang sesudah akal, dan ilmu khabar mendahului akal.
Ilmu Idthirari ini, tidak memerlukan
nadhar dan istidal; karena mudah diketahui. Khawwash dan 'awwam dapat
mengetahuinya, ilmu yang diperoleh dengan jalan ini, tidak ada yang
mengingkarinya.
2. Ilmu Iktisabi, ialah ilmu yang
diperoleh dengan jalan nadhar dan istidal. Dia tidak mudah diperoleh. Ilmu
inilah yang memerlukan dalil atau dimintakan dalilnya.
Ilmu Iktisabi ini terbagi dua juga:
- yang ditetapkan oleh akal
(berdasarkan ketetapan-ketetapan akal).
- yang ditetapkan oleh hukum-hukum pendengaran (yang diterima dari syara').
- yang ditetapkan oleh hukum-hukum pendengaran (yang diterima dari syara').
Hukum-hukum yang ditetapkan
berdasarkan akal terbagi dua pertama, yang diketahui karena mengambil dalil
dengan tidak berhajat kepada dalil akal (nadhar); kedua, yang diketahui
karena mengambil dalil dengan dalil-dalil akal.
Yang diketahui dengan tidak perlu
kepada dalil akal (nadhar) ialah yang tidak boleh ada lawannya, seperti
keesaan Allah. Dengan sendirinya akal dengan mudah mengetahui keesaan Tuhan
itu. Yang diketahui dengan memerlukan dalil akal, ialah: yang boleh ada
lawannya, seperti seseorang nabi mendakwakan kenabiannya. Ringkasnya mengetahui
atau meyakini keesaan Allah tidak memerlukan akan akal; sebab dengan mudah akal
dapat mengetahuinya. Adapun meyakini kerasulan seseorang rasul, memerlukan
dalil akal.
Ketetapan-ketetapan yang berdasarkan
hukum pendengaran, diterima dari Shahibisy Syari'ah,sedang akal
disyaratkan dalam melazimi ketetapan-ketetapan itu, walaupun pendengaran tidak
disyaratkan dalam soal-soal yang ditetapkan akal semata-mata.
Hukum-hukum yang ditetapkan oleh pendengaran
ada dua macam: yakni: Ta'abbud dan Indzar.Ta'abbud mencakup
larangan dan suruhan. Indzar, mencakup wa'ad dan wa'id.