
Hakikat Awal Nur Muhammad. Pamahaman tentang hakikat Nur Muhammad pada
umumnya dimulai dari kajian asal yaitu ketika, seluruh alam belum ada dan belum
satu pun makhluk diciptakan Allah swt. Pada saat itu yang ada hanya zat Tuhan
semata-mata, satu-satunya zat yang ada dengan sifat Ujud-Nya. Banyak dari
kalangan sufi memahami bahwa pada saat itu zat yang ujud yang bersifat qidam
tersebut belumlah menjadi Tuhan karena belum bernama Allah, Untuk bisa
dikatakan sebagai tuhan, sesuatu itu harus dan wajib ada yang menyembahnya.
Apabila tidak ada yang menyembah maka tidak bisa sesuatu itu disebut Tuhan,
demikianlah Logikanya.
Karena zat yang ujud-Nya besifat qidam tersebut pada saat itu
hanya berupa zat, maka pada saat itu Dia belum menjadi Tuhan dan Dia belum bernama
Allah, karena kata Allah sendiri dipakai dan diperkenalkan oleh
Tuhan sendiri setelah ada makhluk yang akan menyembahnya serta hakikat makna
dari kata Allah itu sendiri berarti yang disembah oleh sesuatu yang lebih
rendah dari padanya. (untuk pembahasan ini kita cukup memahaminya seperti
itu)
Setelah itu, barulah diciptakam Muhammad dalam ujud nur atau cahaya yang
diciptakan atau berasal dari Nur atau Cahaya Zat yang menciptakannya ( sebagai
perbandingan kaliamat Adam Diciptakan dari Tanah ). Yaitu Nur yang cahanya
terang benderang lagi menerangi. ( kemudian nur tersebut difahami sebagai Nur
Muhammad ). Nur itulah yang kemudian mensifati atau memberi sifat akan Zat
yaitu sifat Ujud yang berati ada dan mustahil bersifat tidak ada karena sudah
ada yang mengatakan “ ada “ atau meng-“ada”-kan yaitu Nur Muhammad.
Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w: “Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibubapa ku
dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua
benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan
ialah cahaya Rasulmu daripada cahayaNya, dan cahaya itu tetap seperti itu di
dalam KekuasaanNya selama KehendakNya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani,
Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa Hadist ini Sahih.
Ali ibn al-Husayn daripada bapanya daripada kakaeknya berkata bahwa
Rasullullah s.a.w berkata: “Aku
adalah cahaya dihadapan Tuhanku selama empat belas ribu tahun sebelum Dia
menjadikan Adam a.s. (HR.Imam-Ahmad,Dhahabi,dan-al-Tabrani)
Setelah Nur Muhamamad di ciptakan dari Nur atau
Cahaya Zat – Nya, maka selanjutnya Nur Muhammad itu merupakan bagian yang
tidak terpisahkan keberadaannya dengan Zat, karena dengan Nur Muhammad itulah,
Zat melahirkan semua sifat yang disifati-Nya
“ Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[ *
], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca
itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) [
** ], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh
api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. “ ( QS : 024. : An Nuur : ayat
: 35 )
[*] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di
dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk
tempat lampu, atau barang-barang lain.
[**] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar
matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam,
sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
Ibn Jubayr dan Ka`b al-Ahbar berkata: “Apa yang dimaksudkan bagi cahaya
yang kedua itu ialah Rasullullah s.a.w kerana baginda adalah PesuruhNya dan
Penyampai dari Allah s.w.t terhadap apa yang menerangi dan terdzahir.” Ka`b
berkata: ” Minyaknya bersinar akan berkilauan kerana Rasullullah s.a.w bersinar
akan diketahui kepada orang ramai walaupun jika baginda tidak mengakui
bahawa baginda adalah seorang nabi, sama seperti minyak itu bersinar berkilauan
walaupun tanpa dinyalakan.
Dari dalil-dalil yang disampaikan diatas dapatlah difahami bahwa
hubungan antara Nur Muhammad dengan Zat Tuhan adalah hubungan yang tidak dapat
dipisahkan yaitu, dimana Allah berdiri disana nur muhammad berada, Ketika Allah
disebut, maka disana Muhammad ikut menyertainya seperti pada pada kalimat
tauhid “ La Ila Ha Illaallah, Muhammad rasululullah “ Ketika Allah disebut, maka
mutlak disana Muhammad ikut atau berada. Ibarat api dengan panasnya. Dimana api
berada, maka disana pula panasnya berada. Dimana Zat berada disana
pula Nur Muhammad berada. Bukanlah dikatakan api kalau tidak terasa
panas. Ketika api disentuh, maka sesunggunya yang tersentuh hanyalah panasnya
saja dan ketika terasa panasnya api pada hakikatnya yang dirasakan adalah api
itu sendiri. Sehingga untuk memudahkan pemahaman, kalau
diibaratkan “ api “ adalah zat dan “ panas “ adalah Nur
Muhammad yang menjadi sifat yang tidak terpisahkan dari pada api.
Sebagai contoh lain dapat difahami melalui konsep laut dan
gelombang. Tidaklah dikatakan sesuatu itu laut kalau dia tidak bergembang
( ombak ). Karena gelombang itu adalah sifat dari pada laut. Dimana ada laut,
maka disana pula ada gelombangnya. Tidak bergoncang atau
bergerak gelombang itu apabila laut tidak bergoncang. Karena gelombang
itu adalah laut yang bergocang. Ketika kita memandang laut yang terlihat adalah
gelombangnya. Dan ketika mata memandang gelombang, pada hakikatnya yang
dipandang adalah laut . (Pemahaman ini sebaiknya disimpan dulu, untuk
pemahaman kajian lebih lanjut) coba pelajari dan fahami hadist berikut dalam
acuan pemahaman diatas
“ Aku telah dimasukkan ke dalam tanah pada Adam dan adalah yang
dijanjikan kepada ayahanda ku Ibrahim dan khabaran gembira kepada Isa ibn
Maryam “ ( HR : Ahmad, Bayhaqi )
“ Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku
dalam dirinya (Adam). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan
mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam
diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia
mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar
“. ( HR : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )
Ada yang bertanya padaku tentang uraian ini,
pertanyaannya sebagai berikut :
Dengan uraian tsb. lalu mau dikemanakan a.l. QS. 15:29 :
“Setelah Aku sempurnakan bentuknya (Adam) dan Aku tiupkan
kepadanya (Adam) ruh-Ku, maka hendaklah kamu tunduk merendahkan diri
kepadanya (Adam)”
Dari ayat ini dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang terkait dengan
posisi Adam As. dapat disimpulkan tidak ‘terselip’ perkalimat pun riwayat Nur
Muhammad.
Muhammad SAW manusia biasa, berbeda proses kelahirannya dengan Nabi Isa
As. dan apalagi dengan penciptaan Adam As.
Katakan (hai Muhammad): “Aku
tidak mengatakan kepada kamu, bahwa aku (Muhammad) mempunyai perbendaharaan
Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan,
bahwa ‘aku malaikat’; hanyalah aku mengikut apa yang diwahyukan kepadaku”.
Katakan: ‘Samakah orang buta dengan orang yang dapat melihat?’ Tidakkah kamu
pikirkan? (QS. 6:50).
Jawabannya adalah :
Dhohir memang sama, antara kita dengan nabi, tapi apakah hakikat itu
sama? tentu tidak. Kebodohan akan hakikat bersumber dari hakikat hati masing2
yang tidak bisa mengerti akan hakikat. Hanya makhluk bodoh yg berselisih
tentang hakikat.
Man lam yazuq lam ya’rif:
siapa tidak merasa pasti tidak tahu. Hanya orang yg merasalah yg dapat mengenal
hakikat Nur Muhammad SAW.
“Dzohir boleh berbeda tapi hakikatnya Satu jua” ,”Syuhudul kasroh fi Wahdah”.
Hakikat adalah rahasia kedalaman hati, karena itu jika sudah mencapai dasar
dari hati, maka tidak ada perselisihan. Tapi jika Hakikat diletakkan pada akal
akhirnya timbul sangka2 akhirnya timbul perselisihan, perbanyaklah bersholawat
untuk menemukan hakikat yang sebenarnya, karena sholawat bisa menjadi pengganti
Guru Mursyid yang sekarang ini susah untuk kita temui.
Diterangkan oleh hadits, asalnya Nabi Adam adalah dari saripati
tanah-api-air-angin. Kalau tanah-api-air-angin, datang dari mana?
Diterangkan oleh hadits, asalnya dari nur muhammad, yaitu cahaya empat perkara: cahaya hitam – hakikat tanah, cahaya putih –
hakikat air, cahaya kuning – hakikat angin, dan cahaya merah – hakikat
api.
Kalau nur muhammad, asalnya dari mana? Menurut keterangan dari hadits, asalnya
dari Nur Maha Suci, yaitu jauhar
awwal. Selepas ini, habis. Karena sudah dijelaskan di hadits
dan Qur’an bahwa jauhar awwal adalah bibitnya tujuh bumi tujuh langit berikut
segala isinya. Maka, yang dimaksud dengan dalil ‘bermula dari Allah’ adalah
dari jauhar awwal ini.
inti dalam menjalankan Islam dan Tujuan Vertikal diri adalah Tarikat,
Syariat, Hakikat dan MA’rifat…..
Nur Muhammad adalah cahaya yg berbinar sehingga terciptalah semuanya..
Manusia, Gunung, api, matahari dll. Alam Semesta bersalawat kepada Rasulullah
dan Sujud kepada Allah SWT.
Pada penciptaan Adam.as, beliau di wajibkan untuk Menyebut 2
kalimat Syahadat…itu salah satu Bukti Nur Muhammad ada pada Diri Adam
(dan pertama kali diciptakan) ketika di sempurnakan oleh ALLAH sebagai Hambanya
memeluk Islam (pada waktu itu).
Wallohu 'Alam Bisshowab....
Ampuni Kami Jika Salah Ya Alloh...
sumber : https://annafiz.wordpress.com