
Berikut ini beberapa penjelasan tentang Nur Muhammad yang kami kutip dari beberapa kitab karya ulama, yakni :
1. Syaikh
Khalid al-Azhari mengatakan :
“Sesungguhnya segala
tanda-tanda kenabian yang didatangkan dengannya oleh para rasul sesungguhnya
berhubung dengan mereka dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, karena Nur Nabi
SAW telah dicipta terdahulu dari pada mereka”.[1]
2. Ibrahim
al-Bajury berkata :
“Jika dikatakan
bagaimana dapat dikatakan mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia
kepada umat-umat mereka adalah dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, sedangkan para
nabi tersebut adalah lebih dahulu ada ? Maka jawabannya ialah Junjungan
Nabi SAW adalah terlebih dahulu wujudnya atas segala nabi tersebut yakni dari
segi kejadian an-Nur al- Muhammady.”[2]
3. Imam
al-Barzanji berkata dalam sya’ir Maulid al-Nabawy :
وأصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأولية
Artinya : Dan aku mohon rahmat Allah dan kesejahteraan-Nya atas nur yang
disifati dengan terdahulu dan yang pertama.[3]
4. An-Nawawi
al-Bantany, dalam mensyarah perkataan al-auwaliyah(perkataan
al-Barzanji dalam sya’ir Maulid al-Nabawy di atas) mengatakan :
“Keadaan nur itu yang
pertama adalah dibandingkan makhluk lainnya, sebagaimana dalam hadits Jabir,
beliau bertanya kepada Rasulullah SAW makhluk pertama yang diciptakan Allah
Ta’ala, Rasulullah SAW bersabda :
ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذالك النور
يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا
ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء ولا شمس ولا قمر
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mencipta,
sebelum adanya sesuatu, nur nabimu, maka dijadikan nur tersebut beredar dengan
kekuasaan qudrahNya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu
itu lauh, qalam, syurga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari
dan bulan.[4]
Komentar penulis :
Ini merupakan hadits Jabir
riwayat Abdur Razzaq yang ditolak oleh al-Suyuthi sebagaimana keterangan
setelah ini. Matannya menyerupai ini telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy
dalam Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail dengan menyebutkannya sebagai
riwayat Abdur Razzaq dari Jabir.[5]
5. Ditanyai
Ibnu Hajar al-Haitamy, semoga Allah memberi manfaat kepadanya, siapakah yang
meriwayat hadits :
أول ما خلق الله روحي والعالم
بأسره من نوري كل شيء يرجع إلى أصله
Artinya : Yang pertama
diciptakan Allah adalah ruhku dan alam keseluruhannya dicipta daripada nurku,
setiap sesuatu kembali kepada asalnya
Maka beliau menjawab :
"Aku tidak
mengetahui siapa yang meriwayatkannya sedemikian. Dan Sesungguhnya yang
diriwayat oleh Abdur Razzaq adalah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
إن الله خلق نور محمد قبل الأشياء من نوره
Artinya : Sesungguhnya Allah
telah mencipta Nur Muhammad sebelum segala sesuatu dari pada Nur-Nya.[6]
Hadits riwayat Abdur Razzaq
ini juga telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitab beliau, Asyraf
al-Wasail ila Fahm al-Syamail [7] dan kitab al-Ni’mah al-Kubra ‘ala
al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam.[8]
6. Imam
Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi dalam kitabnya, Daqaiq al-Akhbar mengatakan :
“ Sesungguhnya
telah datang khabar bahwa Allah Ta’ala menciptakan pohon dengan empat cabang.
Allah Ta’ala menamakannya Syajaratulyaqin. Kemudian dalam hijab, Allah
menciptakan Nur Muhammad dari permata putih seperti bentuk burung Merak dan
Allah meletakkannya di atas pohon tersebut. Nur Muhammad bertasbih di atasnya
selama tujuh puluh ribu tahun. Kemudian Allah Ta’ala menciptakan mar-atul haya’
(cermin malu) dan meletakkannya di hadapan Nur Muhammad. Manakala burung merak
(Nur Muhammad) melihat cermin, dia melihat bentuknya yang cantik dan sangat
bagus, maka dia malu kepada Allah dan berkeringat karenanya. Maka muncullah
enam keringat darinya. Dari keringat pertama, Allah Ta’ala menciptakan Abu
Bakar r.a., dari keringat kedua Allah menciptakan Umar r.a., dari keringat
ketiga Allah menciptakan Usman r.a., dari keringat keempat Allah menciptakan
Ali r.a., dari keringat kelima Allah menciptakan bunga dan dari keringat keenam
Allah menciptakan padi………….dst”[9]
Komentar penulis :
1. Hadits ini bertentangan dengan pemahaman bahwa Nur Muhammad merupakan
makhluq yang pertama, karena berdasarkan kandungan hadits ini ada makhluq lain
sebelum Nur Muhammad, yakni pohon Syajaratulyaqin dan permata putih.
2. Hadits ini disebut tanpa perawi dan sanadnya.
7. Al-Suyuthi,
salah seorang ulama besar dalam Mazhab Syafi’i ditanyai mengenai hadits
penciptaan Nur Muhammad, yaitu hadits berbunyi :
أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ نُورَ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ
مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَرْشَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي
الْقَلَمَ، وَخَلَقَ مِنَ الثَّالِثِ اللَّوْحَ، ثُمَّ قَسَّمَ الْجُزْءَ
الرَّابِعَ وَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ
الْعَقْلَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْمَعْرِفَةَ، وَخَلَقَ مِنَ
الْجُزْءِ الثَّالِثِ نُورَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَنُورَ الْأَبْصَارِ وَنُورَ
النَّهَارِ، وَجَعَلَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ تَحْتَ سَاقِ الْعَرْشِ مَدْخُورًا
Artinya : Sesungguhnya
Allah Ta’ala menjadikan Nur Muhammad SAW, maka membagikannya menjadi empat
bagian. Allah menjadikan Arasy dari bagian pertama, menjadikan qalam dari
bagian kedua dan menjadikan lauh dari bagian ketiga. Kemudian membagikan bagian
yang keempat dalam empat bagian, menjadikan akal dari bagian pertama,
menjadikan ma’rifah dari bagian kedua, menjadikan cahaya matahari, cahaya
bulan, cahaya abshar (penglihatan) dan cahaya siang hari dari bagian ketiga dan
menjadikan dari bagian yang keempat tersimpan di bawah penyangga Arasy.
Beliau menjawab :
“Hadits yang disebut
dalam pertanyaan, tidak ada sanadnya yang dapat dijadikan pegangan.”[10]
Dalam kitab Quut
al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmidzi, al-Suyuthi berkomentar tentang hadits yang
berbunyi :
إن اول
ما خلق الله نوري
Artinya : Sesungguhnya yang
pertama diciptakan Allah adalah nur ku.
beliau mengatakan, hadits
ini tidak datang dengan ini lafazh, maka tidak diperlukan penta’wilan (untuk
menghindari pertentangan dengan hadits “yang pertama diciptakan Allah adalah
qalam”).[11]
8. Al-Buwaithi salah seorang
murid Imam Syafi’i, menyatakan sunnah memperbanyak shalawat kepada Nabi SAW
ketika makan beras, karena beras dijadikan Allah dari Nur Muhammad. Namun al-Bujairumi
mempertanyakan fatwa ini, beliau mengatakan :
“Perkataan al-Buwaithi bahwa
beras dijadikan dari Nur Muhammad perlu ada tinjauan, karena hadits tentangnya
tidak tsubut (tidak shahih).”[12]
9. Dari Abdullah bin
Syaqiq, Rasulullah SAW bersabda :
كُنْتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ
Artinya : Aku sudah menjadi
nabi, sedangkan Adam masih antara ruh dan jasad. (H.R. Ibnu Sa’ad)[13]
Hadits ini telah ditakhrij
oleh al-Hakim dengan lafazh :
يا رسول الله متى كنت نبيا قال: وآدم بين الروح
والجسد
Artinya : Ya Rasulullah kapan
engkau menjadi nabi?, Jawab beliau : “Adam antara ruh dan jasad.
Al-Hakim mengatakan shahih dan
al-Zahabi mengakui keshahihan itu. Hadits ini juga telah ditakhrij oleh Ahmad
dan al-Thabrani. Al-Haitsami mengatakan, status rijalnya hadits ini rijal
shahih.[14]
Imam al-Subki dalam
mengomentari hadits di atas mengatakan :
“Sungguh telah datang
berita bahwa Allah menjadikan ruh-ruh sebelum jasad. Karena itu, perkataan Nabi :
“Aku sudah menjadi nabi” di atas merupakan isyarat kepada ruh Nabi yang mulia
dan hakikatnya. Sedangkan hakikatnya itu tidak mampu akal kita mengenalnya,
hanya penciptanya dan orang-orang yang diberikan kemampuan dengan nur ilahi
saja. Kemudian Allah mendatangkan hakikat-hakikat itu menurut yang
dikehendaki-Nya pada waktu yang dikehendaki-Nya. Maka hakikat Nabi SAW yang
wujud sebelum penciptaan Adam didatangkan Allah sifat kenabian itu padanya,
yakni Allah menjadikan hakikat Nabi SAW tersedia untuk sifat kenabian itu dan
dilimpahkannya atas hakikat Nabi SAW pada waktu itu, maka jadilah hakikatnya
sebagai nabi.[15]
Komentar penulis :
1. Seandainya diterima pemahaman Imam al-Subki ini, maka hakikat Muhammad
yang dimaksud bukan berarti identik dengan Nur Muhammad yang merupakan makhluq
pertama ciptaan Allah, karena pemahaman al-Subki ini hanya menunjukan hakikat
Muhammad lebih duluan ada dari jasad Adam a.s., bukan lebih duluan dari segala
makhluq.
2. Sebagian ulama menafsirkan, maknanya adalah kenabian Muhammad sudah
duluan nyata/dhahir dalam alam arwah dari pada penciptaan Adam a.s. Artinya
penciptaan Muhammad sebagai nabi sudah duluan masyhur dalam alam arwah
dikalangan Malaikat.
3. Al-Ghazali mengatakan, maknanya adalah Muhammad sudah duluan menjadi
nabi dari pada penciptaan Adam a.s. dalam taqdir bukan dalam penciptaan,
sedangkan dalam penciptaan duluan Adam a.s.
4. Penafsiran lain adalah duluan ada dalam ilmu Allah.
5. Ibnu Hajar al-Haitami setelah menyebut pendapat-pendapat ulama di atas,
termasuk pendapat Imam al-Subki di atas, beliau lebih cenderung kepada pendapat
Imam al-Subki.[16]
Syeikh Abu Abdurrahman
Abdullah bin Muhammad bin Yusuf Ibn Abdullah bin Jami’ al-Harari, seorang ulama
bermazhab Syafi’i (Lahir 1328 H/1910 M) berasal dari negeri Harar (sebuah nama
negeri di Somalia sekarang) dalam kitab Sharih al-Bayan, beliau menolak
pendapat yang mengatakan Nur Muhammad merupakan ciptaan Allah yang pertama,
menurut beliau makhluq pertama ciptaan Allah adalah air. Argumentasi
beliau adalah sebagai berikut:
1. Firman
Allah Ta’ala berbunyi :
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Artinya : Kami jadikan setiap
sesuatu yang hidup dari air. (Q.S. al-Anbiya : 30)
2. Hadits riwayat al-Bukhari dan al-Baihaqi
berbunyi :
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ،
وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ
Artinya : Adalah Allah, tidak ada sesuatupun selainnya, Arasy ketika itu
atas air. (H.R. Bukhari dan al-Baihaqi)[17]
3. Hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنَ الْمَاءِ
Artinya : Setiap sesuatu diciptakan dari air (H.R. Ibnu Hibban)[18]
4. Diriwayat
oleh al-Suddii dalam tafsirnya dengan sanad yang berbeda-beda, berbunyi :
أَنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ
قَبْلَ الْمَاءِ
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatupun dari apa yang
telah diciptakan-Nya sebelum air.[19]
5. Abdurrazaq
sendiri dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 yang berbunyi :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
Beliau mengutip
perkataan Qatadah berbunyi :
هَذَا بَدْءُ خَلْقِهِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ
Artinya : Ini adalah permulaan
penciptaannya sebelum menciptakan langit dan bumi. [20]
6. Mujahid dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 di
atas mengatakan :
قبل أن يخلق شيئًا.
Artinya : sebelum menciptakan
sesuatupun.[21]
7. Adapun
hadits yang disebut-sebut sebagai riwayat Abdurrazaq dari Jabir, menurut
beliau ini adalah maudhu’ (palsu). Beliau berargumentasi dengan penjelasan dari
al-Suyuthi sebagaimana telah dikutip di atas dan juga karena bertentangan
dalil-dalil yang beliau kemukakan di atas
8. Hadits
Nur Muhammad yang disebut-sebut diriwayat oleh Abdurrazaq dari Jabir dalam
kitab Mushannafnya, menurut beliau ternyata tidak ada dalam kitab tersebut
berdasarkan cetakan yang beredar sekarang (zaman hidup beliau)
9. Yang
berpendapat juga bahwa hadits Jabir ini adalah maudhu’ adalah Ahmad bin
al-Saddiq al-Ghumari, seorang peneliti hadits yang hidup semasa dengan beliau
sebagaimana beliau kemukakan dalam kita ini.[22]
Komentar penulis :
KH Sirajuddin Abbas dalam buku
beliau, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i cenderung menolak pendapat bahwa
seluruh alam ini terjadi dari Nur Muhammad.[23]
Kesimpulan
1. Terjadi perbedaan pendapat ulama dalam menanggapi tentang hadits Nur
Muhammad
2. Masalah keberadaan Nur Muhammad bukanlah masalah pokok akidah yang
menyebabkan saling menuduh sesat sesama umat Islam hanya karena masalah
khilafiyah ini, sehingga tidak mengherankan kalau masalah Nur Muhammad ini
hampir dapat dikatakan jarang sekali dibahas dalam kitab–kitab Aqidah, yang
banyak pembahasannya hanya dalam kitab kitab-kitab tasauf
3. Kami tidak dalam posisi menjelaskan pendapat mana yang lebih rajih
antara kedua pendapat di atas
4. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk menambah wawasan keislaman
kita dan kepada guru-guru kami, abu-abu/kiyai, seandainya pemahaman kami ini
keliru, mohon masukan dan meluruskannya. Wallohu ‘alam
bisshowab, kepada Alloh kita memohonkan ampun.
[1] Syaikh Khalid al-Azhari, Syarah Matn
al-Burdah, dicetak pada hamisy Hasyiah ala Matn al-Burdah,
al-Saqafiyah, Surabaya, Hal. 31
[5] Ibnu Hajar
al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36
[7] Ibnu Hajar
al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36
[8] Ibnu Hajar
al-Haitamy, al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi
Adam, Maktabah al-Haqiqah, Istambul, Hal. 4
[12]Al-Bujairumi, Hasyiah
al-Bujairumi ‘ala Syarh al-Khatib,Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,
Juz. III, Hal. 73
[16] Ibnu Hajar al-Haitami, Asyraf
al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal.
34-35