Jumat, 26 April 2024

SUNAN GIRI (SYEIKH RADEN PAKU)

 

Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku, lahir 1442 M. Ayahnya Bernama Syekh Maulana Ishak, putra Syekh Jumadil Kubro.

Silsilahnya tersambung dengan Rasulullah Saw melalui jalur Husen putra Syaidah Fatimah r.a. Sedangkan ibunya, Dewi Sekardadu anak Raja Blambangan, Bhre Wirahbumi putra Maharaja Hayam Wuruk (penguasa Majapahit 1350-1389 M).

Masa kecilnya diasuh oleh saudagar kaya raya di Gresik, Nyi Ageng Pinatih. Pengasuhan Nyi Ageng Pinatih berawal dari seorang awak kapal yang menemukan peti tersangkut di kapal milik Nyi Ageng Pinatih yang sedang berlayar ke Bali. Bayi tersebut diserahkan kepada pemilik kapal. Kemudian bayi mungil diberikan nama Jaka Samudra dan dijadikan anak angkat.

Sewaktu Jaka Samudra masih dalam kandungan ibunya, Syekh Maulana Ishak diusir oleh mertuanya, Bhre Wirahbumi lantaran ia tidak mau menerima ajakan Syekh Maulana Ishak untuk masuk agama Islam. Setelah Syekh Maulana Ishak pulang ke Pasai Aceh, Dewi Sekardadu mengalami sakit hingga wafat setelah melahirkan putranya.

Selang beberapa hari, terjadilah wabah penyakit di Gresik, Bhre Wirahbumi memerintahkan agar sang bayi, cucunya sendiri dibuang ke laut karena dianggap mendatangkan bencana dan akhirnya ditemukan oleh Nyi Ageng Pinatih.

Ketika berusia 7 tahun , Jaka Samudra dititipkan ke Pesantren Ampeldenta. Nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku oleh Sunan Ampel. Ia belajar berbagai disiplin ilmu agama, Al Quran, Hadits, Fikih dan Tasawuf di bawah asuhan Sunan Ampel. Karena kecerdasannya menyerap ilmu agama, Raden Paku diberikan gelar Maulana Ainul Yaqin.

Setelah beberapa tahun mengenyam Pendidikan di Pesantren, Raden Paku berangkat ke Tanah Suci bersama Raden Mahdum Ibrahim (putra Sunan Ampel). Saat melewati Aceh, mereka berdua menemui Syekh Maulana Ishak kemudian disarankan untuk memperdalam ilmu agama terlebih dahulu.

Setelah beberapa tahun belajar mereka berdua disarankan kembali ke Jawa untuk mengabdi ke masyarakat. Kepulangannya ke Gresik bersama dua orang abdi, Syekh Koja dan Syekh Grigis sambil membawa pesan Syekh Maulana Ishak agar kelak Raden Paku mencari lokasi yang jenis tanahnya sama dengan tanah yang diberikan sang ayah.

Ia menikah dengan Mas Murtosiyah, putri Sunan Ampel sehingga hubungannya dengan sang guru tidak sebatas santri  dan kiai melainkan hubungan mantu-mertua. Sebelum membangun pesantren, Sunan Giri melakukan usaha usaha dagang milik ibu angkatnya Nyi Ageng Pinatih. Ekspedisi perdagangan ia lakukan tidak hanya di wilayah Jawa melainkan ke daerah daerah lain seperti Makassar. Ia melangsungkan dakwah Islam sambil berdagang sampai akhirnya memutuskan untuk mendirikan pesantren.

Pendirian pesantren Giri Kedhaton bermula dari munajatnya selama 40 hari hingga teringat pesan ayahnya ketika bertemu di Pasai Aceh. Akhirnya menemukan jenis tanah yang sama di sebuah perbukitan pada tahun 1480 M yang diberikan nama Giri, dalam bahasa Sansekerta berarti gunung. Seiring perkembangan Islam, Giri Kedathon tumbuh sebagai kota dan pusat pemerintahan sekaligus pusat penyebaran Islam.

Makam Sunan Giri terletak di sebuah bukit di dusun Kedhaton, desa Giri Gajah Kabupaten Gresik. Di pintu gapura tertulis 1505 M, tahun Pembangunan gapura makam. Perjuangan Sunan Giri dalam dakwahnya dilanjutkan Pangeran Zainal Abidin atau Sunan Dalem bergelar Sunan Giri II. Puncak kejayaan Giri saat Pangeran Pratikha yang dikenal dengan nama Sunan Prapen naik tahta memimpin Giri. Dia melanjutkan dakwah Islam ke berbagai daerah Kutai, Goa, Sumbawa, Bima, Lombok bahkan ke Maluku.

Sunan Prapen, cucu Sunan Giri melanjutkan perjuangan kakeknya menyebarkan Islam ke wilayah Lombok pada abad ke 16. Sunan Giri wafat pada awal abad XVI, dimakamkan di sebuah bukit di dusun Kedhaton, desa Giri Gajah Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons